Monday 21 January 2019

Ekonomi Di China Sudah Mulai Melambat Dan Indonesia Di Nilai Perlu Genjot Manufaktur

Ekonomi Di China Sudah Mulai Melambat Dan Indonesia Di Nilai Perlu Genjot Manufaktur
Indonesia dianggap perlu untuk mengatasi perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok dengan meningkatkan ekspor di sektor manufaktur. Tahun lalu, pertumbuhan ekonomi Tiongkok mencatat pertumbuhan 6,6 persen, terendah dalam 28 tahun dan tidak mungkin pulih tahun ini.
Kepala Lembaga Mandiri, Moekti Soejachmoen, mengatakan bahwa saat ini pola impor Cina bergeser dari bahan mentah ke barang konsumen. Pola baru ini, menurutnya, penting untuk diperhatikan oleh pemerintah dan pelaku bisnis dalam menjaga kinerja ekspor.

"Indonesia harus berkonsentrasi pada sektor manufaktur atau memproduksi barang-barang yang diminta oleh ekonomi Tiongkok, yang lebih pada barang-barang konsumsi," kata Moekti di kantornya, Senin 21-01-2019.

Adapun sebelum kita membahas lebih lanjut mengenai Ekonomi Di China Sudah Mulai Melambat Dan Indonesia Di Nilai Perlu Genjot Manufaktur, ada baiknya jika anda membaca artikel kami sebelumnya, yaitu : Kemajuan Pembangunan Bandara Internasional Yogyakarta Baru (NYIA) Beroperasi Mulai April 2019


*Ekonomi Di China Sudah Mulai Melambat Dan Indonesia Di Nilai Perlu Genjot Manufaktur*

Cina sekarang merupakan pasar penting bagi Indonesia. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), China kini menjadi importir terbesar produk-produk Indonesia. Nilainya mencapai US $ 24,39 miliar sepanjang 2018.

Saat ini, ekspor Indonesia ke Cina masih didominasi oleh komoditas, seperti batubara. Namun, permintaan diperkirakan akan menurun seiring dengan perlambatan ekonomi China yang diperkirakan akan pulih tahun ini.

Belum lagi, pemerintah Cina sendiri tahun ini menggeser fokus utama pertumbuhan ekonomi dari konsumsi domestik.

Tjandra Lienandjaja, Wakil Kepala Riset Riset Efek Ekuitas, memperkirakan ekspor batubara ke China akan dipotong tahun ini. Faktanya, Cina adalah konsumen batubara terbesar untuk Indonesia. Ini tentu akan mempengaruhi kinerja penerbit di sektor batubara.

"Untuk penurunan ekspor ke China, kami tidak mungkin sama dengan tahun lalu, dan kami berharap akan ada penurunan kinerja (ekspor) (perusahaan pengekspor batu bara)," kata Tjandra.

Selain melemahnya pertumbuhan ekonomi China, Moekto menilai peningkatan industri manufaktur dapat menjadi solusi untuk ketergantungan pada ekspor komoditas Indonesia. Data BPS
menunjukkan bahwa kontribusi ekspor terbesar berasal dari bahan bakar mineral yang mencapai US $ 24,59 miliar atau 15,12 persen dari total ekspor. Kemudian diikuti lemak lemak nabati US $ 20,35 miliar atau setara dengan 12,51 persen.
Ekonomi Di China Sudah Mulai Melambat Dan Indonesia Di Nilai Perlu Genjot Manufaktur
"Kami tidak dapat terus bergantung pada ekonomi untuk komoditas. Harga komoditas berfluktuasi lebih tinggi sementara manufaktur lebih stabil," kata Moekti.

Selain itu, pertumbuhan di sektor manufaktur diyakini mendorong tenaga kerja besar-besaran. Dalam jangka panjang, bisnis ini akan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Data BPS menunjukkan bahwa pertumbuhan industri manufaktur pada kuartal ketiga 2018 hanya mencapai 4,33 persen. Jumlah itu di bawah pertumbuhan ekonomi keseluruhan 5,17 persen.
Kalo suka, share ya ^^,
Share:

0 comments:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.

Blog Archive

Support