Tuesday 4 December 2018

Harga Minyak Mentah Semakin Anjlok Setiap Hari Dari Pada Pertengahan Oktober

Harga Minyak Mentah Semakin Anjlok Setiap Hari Dari Pada Pertengahan Oktober
Harga minyak mentah semakin anjlok setiap hari. Setelah menyentuh posisi US $ 80 per barel pada pertengahan Oktober, harga minyak Brent kini merana di kisaran US $ 60 per barel.


Banyak alasan yang melatari jatuhnya harga minyak hingga mencapai 20 persen dalam sebulan terakhir. Namun, alasan utamanya adalah banjir pasokan yang melebihi permintaan.

Lonjakan produksi di Amerika Serikat (AS), Rusia, dan sejumlah anggota organisasi negara pengekspor minyak mentah (OPEC) telah menaikkan persediaan minyak mentah dan memicu pasokan berlebih di sejumlah pasar.


Direktur Jenderal Minyak Dan Gas Bumi Melihat Kondisi Penurunan Harga Minyak Hingga Mencapai 20 Persen

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Djoko Siswanto mengaku telah memanggil beberapa badan usaha yang mendistribusikan Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk merespon penurunan harga minyak dunia dengan segera menurunkan harga non-minyak. BBM bersubsidi. Entitas bisnisnya adalah PT Pertamina (Persero), PT Aneka Kimia Raya Corporindo Tbk (AKR), Vivo, Shell, PT Total Oil Indonesia, dan PT Garuda Mas Energi.

Penurunan ini, lanjutnya, diperkirakan akan dilaksanakan minggu ini dan paling lambat Januari 2019. Dia juga mengaku telah mengantongi beberapa komitmen dari entitas bisnis ini. "Mereka semua berkomitmen untuk menurunkan harga," kata Djoko.


Kenaikan terbaru harga bahan bakar non-subsidi dilakukan pada bulan Oktober hingga November. Saat itu, Pertamina menaikkan harga BBM Pertamax sebesar Rp900 per liter untuk wilayah Jakarta. Sementara itu, harga Pertamax Turbo naik dari Rp10.700 per liter menjadi Rp12.250 per liter.


Tidak lama kemudian, Shell dan Total juga berpartisipasi di Pertamina. Berdasarkan data dari Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), perusahaan Belanda, Shell meningkatkan harga jual bahan bakarnya dengan kisaran antara Rp. 200 hingga Rp. 300 per liter pada awal November. Sementara itu, perusahaan Perancis, Total menaikkan harga BBM sekitar Rp. 400 per liter menjadi Rp. 500 per liter.

Namun, melihat pergerakan beberapa saat terakhir, ternyata harga minyak mentah belum benar-benar turun secara linear. Harga minyak sebenarnya cukup fluktuatif.


Minggu ini, harga minyak bahkan mencatat kenaikan. Pada Senin 4-12-2018, harga minyak mentah berjangka Brent dan Amerika Serikat West Texas Intermediate (US WTI) naik hampir 4 persen. Kenaikan ini berlanjut pada Selasa 3-12-2018 meskipun agak tipis.
Harga Minyak Mentah Semakin Anjlok Setiap Hari Dari Pada Pertengahan Oktober
Dilansir Reuters, Selasa 3-12-2018, harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) tercatat US $ 53,25 per barel, sementara harga minyak mentah Brent berjangka adalah US $ 62,08 per barel.


Direktur Eksekutif Pengawasan Energi, Mamit Setiawan percaya bahwa pemerintah terlalu sembrono untuk meminta pengurangan harga bahan bakar non-subsidi ke badan usaha. Saat ini, menurut dia, harga minyak dunia masih belum pasti, terutama menjelang pertemuan OPEC di Wina, Austria pada Kamis 6-12-2018.

Jika negara-negara kaya minyak setuju untuk memangkas produksi, kita dapat yakin bahwa harga minyak dunia akan kembali ereksi. Bahkan jika terkoreksi, ia memprediksi bahwa harga minyak tidak dapat jauh dari kisaran US $ 65 per barel hingga US $ 70 per barel tahun depan.

"Harga minyak pasti akan berfluktuasi, tetapi akan ada banyak risiko yang menghambat penurunan harga minyak dunia. Oleh karena itu, saya pikir ini terlalu sembrono jika pemerintah mengeluarkan pernyataan bahwa entitas bisnis perlu segera mengurangi harga non-subsidi bahan bakar, "jelasnya.Pengamat sektor minyak dan gas, lanjutnya, kini juga mengantisipasi produksi minyak AS yang kini peringkat pertama di dunia produsen minyak mentah.


Selain harga perkiraan minyak, permintaan pemerintah tidak berdasar karena minyak yang digunakan untuk memproduksi BBM adalah minyak yang telah dikontrak dua hingga tiga bulan sebelumnya. Dengan kata lain, pembelian minyak mentah oleh badan usaha tentu sesuai dengan harga yang berlaku saat itu.

Dengan demikian, menurut dia, entitas bisnis tidak bisa benar-benar dipaksa untuk mengurangi harga bahan bakar non-subsidi minggu ini. Penurunan harga bahan bakar non-subsidi, menurut dia, hanya dapat dilakukan pada bulan Januari, mengingat bahwa produksi bahan bakar pada waktu itu kemungkinan akan menggunakan minyak kontrak November yang harganya terlihat miring.

Harga Minyak Mentah Semakin Anjlok Setiap Hari Dari Pada Pertengahan Oktober
"Setidaknya pengurangan bahan bakar non-subsidi pada bulan Januari. Itu tetap hanya bagaimana entitas bisnis memperhitungkan bisnisnya. Jeda waktu yang optimal dalam menentukan dampak penurunan harga minyak terhadap harga BBM memang antara dua dan tiga bulan , "jelasnya.

Namun, menurut dia, kebijakan naik turunnya harga BBM non subsidi yang mengikuti fluktuasi harga minyak sebenarnya tidak terlalu berpengaruh dalam pergerakan inflasi. Sebab, BBM non-subsidi sebagian besar digunakan untuk konsumsi, bukan untuk kegiatan bisnis seperti transportasi dan logistik.

Namun, kenaikan harga bahan bakar non-subsidi bisa menjadi senjata bagi tuan rumah jika menyangkut bensin yang dijual oleh Pertamina. Sebab, sebagian besar konsumen Premium kini beralih menggunakan bahan bakar non-subsidi seperti Pertalite dan Pertamax. Jika harga dua jenis bahan bakar naik lagi, tentu saja dampaknya terhadap inflasi bisa sangat besar.

Mencerminkan pada bulan Februari, data Biro Pusat Statistik (BPS) menunjukkan Indeks Harga Konsumen (IHK) untuk transportasi, jasa keuangan dan kelompok komunikasi meningkat 0,28 persen karena kenaikan harga bahan bakar non-subsidi. Ini adalah salah satu pendorong utama inflasi pada Februari 2018 yang mencapai 0,99 persen.

Tren ini juga kembali pada bulan Oktober, kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar mencatat inflasi bulanan 0,42 persen dan berkontribusi terhadap inflasi sebesar 1 persen. "Karena itu, karena BBM non-subsidi Pertamina berpengaruh pada inflasi, Pertamina telah menahan harga Pertalite pada Oktober dan hanya Pertamax yang harganya naik," kata Mamit.

Sementara itu, pendapat berbeda dibuat oleh Pengamat Ekonomi Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi. Menurut dia, pemerintah adalah sah meminta badan usaha untuk menaikkan harga bahan bakar non-subsidi di tengah harga minyak yang tidak stabil. Sebab, ada kemungkinan harga minyak akan tetap miring di masa depan.

Harga Minyak Mentah Semakin Anjlok Setiap Hari Dari Pada Pertengahan Oktober
Menurutnya, sentimen pertemuan OPEC memang akan membuat harga minyak naik. Namun di sisi lain, sentimen harga minyak yang lebih kuat sebenarnya berasal dari negara-negara non-OPEC, terutama AS dan Rusia sebagai dua produsen minyak terbesar dunia.


Ramalan produksi yang lebih berlimpah dari negara adikuasa ini muncul setelah Presiden AS Donald Trump senang dengan harga minyak dunia. Dia bahkan mencurahkan kegembiraannya melalui akun media sosial Twitter-nya pada November lalu.

Selain itu, sentimen juga muncul dari Iran, di mana negara Teluk itu masih berniat mengekspor meski ada sanksi dari AS. Namun, produsen minyak terbesar ketiga OPEC masih diperbolehkan mengekspor minyak ke delapan negara, seperti Korea Selatan, Taiwan, Turki, Yunani, Jepang, Cina, India dan Italia.

Perkembangan terakhir, Korea Selatan akan berniat mengimpor lebih banyak minyak dari Iran. Ini telah menjadi angin segar bagi produksi minyak Iran, setelah negara ginseng tidak pernah mengimpor minyak dari Iran sejak Mei. Jepang juga berencana untuk mengikuti jejak Korea Selatan.

Dengan ini, itu berarti masih ada kemungkinan bahwa pasokan minyak mentah dunia akan meluap dan menyeret harga minyak turun. Apalagi, Iran adalah negara produsen terbesar ketiga OPEC setelah Arab Saudi dan Irak.

Bukan hanya harga minyak, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga mempengaruhi harga bahan bakar non-subsidi. Apalagi rupiah telah mengalami apresiasi yang kuat dalam sebulan terakhir. Jika dalam sebulan terakhir nilai tukar sekitar Rp. 15.200 per dolar AS, nilai tukar saat ini berkisar sekitar Rp. 14.200 per dolar AS.
Harga Minyak Mentah Semakin Anjlok Setiap Hari Dari Pada Pertengahan Oktober
"Bahkan mungkin harga minyak dunia bisa menyentuh US $ 30 per barel seperti dua tahun lalu. Jadi saya pikir, pemerintah adalah sah meminta pengurangan harga BBM sekarang. Kebijakan ini tidak terburu-buru," jelasnya. .


Perubahan harga bahan bakar non-subsidi juga dapat dengan cepat dilakukan karena ada peraturan yang mendukung hal ini. Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 34 tahun 2018, di mana badan usaha tidak perlu mendapatkan persetujuan dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral untuk mengubah harga bahan bakar non-subsidi, hanya melaporkannya .

Namun, menurut dia, penurunan harga BBM non-subsidi harus dilakukan terlebih dahulu oleh Pertamina. Sebab, perusahaan milik negara itu mengambil porsi terbesar dari penjualan bahan bakar domestik.

Jika Pertamina mengurangi harga bahan bakar non-subsidi, entitas bisnis lainnya pasti akan menyesuaikan harga sehingga pasar tidak terkikis. "Pertamina dengan kapasitas yang lebih besar ini bertindak sebagai pemimpin pasar. Jika harga Pertamina tidak turun, harga lainnya tidak akan turun," pungkasnya.
Share:

0 comments:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.

Blog Archive

Support